Ritual Perjalanan di Tengah Pandemi

Pandemi Covid-19 ini terasa sangat merepotkan bagi kami pekerja lapangan. Dan mungkin semua orang juga merasakan kerepotannya.

Di satu sisi, saya sangat bersyukur karena masih bisa bekerja meskipun di masa sulit seperti ini. Banyak orang yang kehilangan pekerjaan ketika pandemi menerpa. Banyak pula yang harus bekerja di rumah, dengan segala kerepotannya. Sedangkan kami yang bekerja di sektor energi, mau ada Covid atau tidak, tetap harus bisa hadir secara fisik di lokasi kerja.

Betapapun repotnya, kami harus bisa sampai di lokasi kerja dengan tepat waktu dan dalam keadaan sehat. Karena kami harus menggantikan rekan yang sudah selesai bertugas.

Persiapan perjalanan saya dimulai dengan mengikuti rapid test di rumah sakit sebagai salah satu syarat untuk bisa menggunakan transportasi udara. Dari rumah sakit saya mendapatkan surat hasil test dan surat keterangan sehat. Selain surat tersebut, saya juga harus memastikan ada surat penugasan dan surat keterangan perjalanan dari kantor.

Di masa pandemi ini, tiket pesawat yang dijual, pada kenyataannya belum tentu terbang. Seringkali keberangkatan dibatalkan secara tiba-tiba, yang membuat penumpang harus kalang kabut untuk mencari alternatif penerbangan lain. Belum lagi kalau ternyata tidak ada penerbangan lain, sehingga kami harus berpindah ke bandara di kota lain untuk mengejar penerbangan yang tersedia.

Pindah bandara ini juga tidak mudah. Kami harus mencari kendaraan yang mau mengantarkan kami. Cukup sulit mencari kendaraan sewa, kebanyakan menolak karena takut dirazia di tengah jalan. Meskipun sudah kami jelaskan bahwa surat-surat kami lengkap, tapi kebanyakan menolak karena tidak mau menanggung resiko jika perjalanan terhambat di tengah jalan.

Turun dari pesawat, kami harus mengikuti program karantina selama 14 hari. Di tempat karantina ini kami tidak melakukan apapun, hanya makan, tidur dan berolahraga sambil berjemur. Bosan, tapi ini adalah prosedur wajib yang harus dilalui.

Di hari ke-14, dilakukan tes. Bagi yang negatif Covid-19 diperbolehkan berangkat ke lokasi kerja. Di lokasi kerja, protokol Covid dan physical distancing diterapkan secara ketat, dan kru yang bekerja dikurangi secara drastis untuk menjaga physical distancing ini. Itu artinya kami harus merangkap pekerjaan untuk mengisi posisi kru yang kosong.

Setelah empat belas hari bekerja, saatnya kembali pulang. Sebagai orang yang baru pulang dari luar daerah, saya harus melakukan isolasi mandiri di rumah selama 14 hari.

Demikian cerita kerepotan saya di tengah pandemi ini. Namun demikian, syukur dan syukur selalu terucap, karena masih bisa beraktivitas dalam keadaan sehat. Semoga pandemi ini segera berakhir dan kita bisa kembali beraktivitas seperti biasa.