Sikap Seorang Muslim dalam Menghadapi Wabah Penyakit

Allah sudah berfirman di dalam QS. 8:25 supaya kita berhati-hati/waspada dari suatu keburukan atau ketidakenakan yang tidak khusus menimpa orang-orang yang zalim saja. Dan peliharalah dirimu daripada siksaan yang tidak khusus menimpa orang-orang yang zalim saja di antara kamu. Dan ketahuilah bahwa Allah amat keras siksaan-Nya. Termasuk kejadian pandemi yang sedang kita alami ini, siapapun bisa terkena keburukannya.

Kita tidak perlu takut secara berlebihan terhadap suatu wabah penyakit, karena bagaimanapun juga kita tidak akan bisa menghindar dari kematian. Kematian bagi manusia adalah wajib dan pasti datang, entah sebabnya dari wabah penyakit maupun dari sebab-sebab yang lain. Dalam QS. 62:8 disebutkan, meskipun kita sudah berusaha menghindar dari kematian, tetapi kematianlah yang akan mendatangi. Katakanlah: “Sesungguhnya kematian yang kamu lari daripadanya, maka sesungguhnya kematian itu akan menemui kamu, kemudian kamu akan dikembalikan kepada (Allah), yang mengetahui yang ghaib dan yang nyata, lalu Dia beritakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan”.

Bahkan, kematian akan tetap mendatangi, meskipun kita bersembunyi di dalam sebuah benteng yang kokoh. Di mana saja kamu berada, kematian akan mendapatkan kamu, kendatipun kamu di dalam benteng yang tinggi lagi kokoh, dan jika mereka memperoleh kebaikan, mereka mengatakan: “Ini adalah dari sisi Allah”, dan kalau mereka ditimpa sesuatu bencana mereka mengatakan: “Ini (datangnya) dari sisi kamu (Muhammad)”. Katakanlah: “Semuanya (datang) dari sisi Allah”. Maka mengapa orang-orang itu (orang munafik) hampir-hampir tidak memahami pembicaraan sedikitpun? (QS. 4:78).

Rasa ketakutan di dalam suatu negeri juga merupakan teguran dari Allah jika para penduduknya mengingkari nikmat-nikmat yang telah diberikan Allah kepada mereka. Negeri yang awalnya aman dan tenteram, dengan rezeki yang melimpah ruah, akan diberikan kepada mereka pakaian berupa kelaparan dan ketakutan, jika mereka tidak bersyukur atas segala kenikmatan yang telah diberikan. Dan Allah telah membuat suatu perumpamaan (dengan) sebuah negeri yang dahulunya aman lagi tenteram, rezekinya datang kepadanya melimpah ruah dari segenap tempat, tetapi (penduduk)nya mengingkari nikmat-nikmat Allah; karena itu Allah merasakan kepada mereka pakaian kelaparan dan ketakutan, disebabkan apa yang selalu mereka perbuat. (QS. 16:112)

Sikap orang muslim ketika ditimpa ujian atau musibah adalah bertawakal kepada Allah. Di masa pandemi ini, bentuk tawakal kepada Allah dengan menjalankan upaya-upaya untuk menghindarkan diri dari paparan wabah penyakit, kemudian menyerahkan hasil dari usahanya itu kepada Allah, dan ridho terhadap apapun yang Allah takdirkan nanti.

Tawakal bukan hanya berserah diri kepada Allah, namun tetap harus didahului dengan usaha yang sungguh-sungguh. Rasulullah pernah ditanya, “Wahai Rasulullah, apakah saya ikat unta saya lalu tawakal kepada Allah Azza wa Jalla ataukah saya lepas saja sambil bertawakal kepada-Nya?” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Ikatlah dulu untamu itu kemudian baru engkau bertawakal!” (HR. At-Tirmidzi no. 2517)

Meskipun kita tidak takut dengan adanya wabah penyakit ini, namun kita tidak boleh sembrono dan mengabaikan protokol kesehatan dalam aktivitas keseharian kita. Kita tetap berusaha semaksimalnya agar selalu terhindar dari wabah penyakit, dan tidak menjadi perantara bagi penularan penyakit itu ke orang lain.

Kalaupun kita sudah berusaha menerapkan protokol kesehatan, namun ternyata Allah menakdirkan kita terkena penyakit, bahkan mungkin penyakit itu menjadi sebab kematian kita, maka ingatlah bahwa Allah sudah menjanjikan kehidupan akhirat yang sangat membahagiakan bagi orang-orang yang beriman, berupa kehidupan surga yang keindahannya bahkan belum terbayang sama sekali di pikiran kita saat ini.

Maka hal yang lebih penting adalah mempersiapkan diri kita dalam menghadapi kematian yang sewaktu-waktu bisa datang menghampiri. Jangan sampai setelah kematian kita nanti, kita menjadi seperti yang digambarkan di QS. 23:99-100, (Demikianlah keadaan orang-orang kafir itu), hingga apabila datang kematian kepada seseorang dari mereka, dia berkata: “Ya Tuhanku kembalikanlah aku (ke dunia), agar aku berbuat amal yang saleh terhadap yang telah aku tinggalkan.” Sekali-kali tidak. Sesungguhnya itu adalah perkataan yang diucapkannya saja. Dan di hadapan mereka ada dinding sampai hari mereka dibangkitkan.

Ayat di atas adalah gambaran orang yang tidak memiliki persiapan apapun dalam menghadapi kematiannya. Ketika masih diberi kesempatan hidup di dunia, ia tidak melaksanakan amal saleh, sehingga timbangan amalnya sangatlah sedikit bila dibandingkan dengan timbangan dosanya. Akhirnya yang ada hanyalah penyesalan, bahkan ia memohon kepada Allah supaya dikembalikan ke dunia supaya bisa memperbaiki amal-amalnya. Namun permohonannya itu sia-sia belaka. Bahkan seandainya ia dikembalikan di dunia pun, pastilah ia tidak akan memenuhi janjinya untuk memperbaiki amal-amalnya.

Sedangkan bagi orang yang beriman, akan mendapatkan derajat yang tinggi di sisi Allah. Janganlah kamu bersikap lemah, dan janganlah (pula) kamu bersedih hati, padahal kamulah orang-orang yang paling tinggi (derajatnya), jika kamu orang-orang yang beriman. (QS. 3:139)

Di masa pandemi ini, ada banyak orang yang membutuhkan pertolongan. Ada yang menderita karena terkena penyakit, ada yang dagangannya tidak laku karena banyak orang tidak keluar rumah, ada juga orang yang kehilangan pekerjaan karena tempatnya bekerja tutup. Begitu banyak ladang amal yang bisa kita masuki dan bisa kita jadikan bekal ketika nanti kematian mendatangi kita. Semoga kita dijauhkan dari segala bentuk keburukan dan semoga kita nanti dimatikan dalam keadaan khusnul khotimah.

Tinggalkan komentar